Type Here to Get Search Results !

KEKUATAN PETAHANA DALAM PILKADA PADANG PARIAMAN TAHUN 2024.

 




KEKUATAN PETAHANA DALAM PILKADA PADANG PARIAMAN TAHUN 2024


Oleh : Syafrial Suger




Pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak pada 2024 adalah amanah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Pemungutan suara pilkada di berbagai tingkatan digelar serentak pada 27 November 2024. 


Tanggal itu lebih dari sebulan setelah pengucapan sumpah dan pelantikan anggota DPD dan DPR pada 1 Oktober 2024 serta presiden-wakil presiden pada 20 Oktober 2024. Namun, suasana politik di Padang Pariaman belum menghangat. 


Orang per orang mulai menunjukkan hasratnya untuk mencalonkan diri menjadi bakal calon bupati di daerah itu. Mereka datang dari kalangan politikus sampai pengusaha. Para calon yang akan maju tentunya akan berhadapan dengan petahana Bupati sekarang, Suhatri Bur. Dalam pilkada Padang Pariaman, terdapat kecenderungan petahana terpilih kembali (menang). 


Meskipun persentase kemenangan Cakada petahana di Padang Pariaman tak terkalahkan dari pilkada sebelumnya, ternyata tidak menyurutkan niat Cakada penantang untuk mengikuti kontestasi Pilkada 2024. 


Seperti diketahui berdasar hasil survey terdahulu banyak yang menyebutkan bahwa biaya pilkada untuk bupati Padang Pariaman saja bisa berkisar Rp 5 - 10 miliar, bahkan lebih.


Diketahui, bahwa terdapat 3 modal yang harus dimiliki oleh para calon kandidat pilkada yaitu modal politik (political capital), modal social (social capital), dan modal ekonomi (economic capital). 


Kandidat petahana merupakan pihak yang paling diuntungkan terkait modal politik dan modal sosial dalam kontestasi pilkada serentak. Namun untuk memenangkan pilkada, modal ekonomi tetap memberi peran penting. 


Modal ekonomi memainkan peranan penting bagi kandidat untuk dapat melaksanakan kampanye pilkada serantak. Tingginya biaya pencalonan dan kampanye yang dikeluarkan oleh kepala daerah seringkali tidak sebanding dengan harta kekayaan yang dimiliki oleh calon kepala daerah. 


Rata-rata harta kekayaan cakada petahana dan non petahana yang dilaporkan kepada KPK melalui LHKPN menunjukkan bahwa secara rata-rata nilai harta kekayaan petahana dan non petahana tidak terlalu berbeda. 


Tingginya minat berbagai kalangan untuk maju dalam bursa pemilihan kepala daerah terlepas dari besarnya biaya yang dikeluarkan, memunculkan sebuah pertanyaan adakah keuntungan secara finansial yang nantinya mungkin diperoleh oleh para kepala daerah terpilih?


Pilkada Padang Pariaman tahun 2024 merupakan momen yang dinantikan. Selain menguji nilai luhur dan cara kita berdemokrasi. Bagi sebagain kalangan, Pilkada adalah ajang untuk menguji kekuatan finansial dan adu popularitas. 


Ia menjelma sebagai ajang adu gengsi, nama besar, dan pertaruhan marwah partai politik, tidak terkecuali bagi peserta yang memilih jalur perseorangan (independent).


Baliho berseliweran di setiap sudut daerah. Bermacam rupa wajah dan figur-figur baru bermunculan. Ada yang tampil dengan bargaining agar dilirik Petahana, adapula yang hadir dengan jargon sebagai penantang untuk melawan Petahana. 


Penantang, hadir dengan rasa kepercayaan diri yang tinggi, menebar pesona, dan klaim kekuatan dan kans serta basis massa yang riil, hingga berkeyakinan dapat mengalahkan political power Petahana.


Para kandidat, baik Petahana maupun Penantang, bergerak dengan propaganda (PsyWar politik) pada setiap safari politiknya.


Jika menilik riwayat pelaksanaan Pilkada, hegemoni Petahana cukup nampak dan terasa, hingga tidak jarang Penantang merasa phobia atas kedigdayaan Petahana. Majunya petahana dalam posisi masih menjabat memberi keuntungan dari berbagai sisi khususnya dalam memanfaatkan kekuasaan yang diembannya.


Meski begitu, tak jarang pula presepsi kedigdayaan ini justru dimaknai terbalik. Berubah menjadi spirit dan menumbuhkan motivasi bagi Penantang untuk tampil dengan strategi apik demi menumbangkan Petahana.


Selama ini, banyak kepala daerah yang melakukan mobilisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan memanfaatkan fasilitas jabatannya. Pertarungan tersebut kerap merugikan calon kepala daerah yang bertarung melawan petahana. Pasalnya, petahana juga kerap melakukan kampanye terselubung dengan memanfaatkan sosialisasi program kerjanya.


Petahana memang selalu menjadi momok bagi Penantang dalam perhelatan pemilihan apapun. Political power yang dimiliki petahana tidak bisa dianggap remeh. Selain kesiapan finansial, mengendalikan kekuasaan di tahun berjalan, menjadikan ia berpotensi menguasai banyak lini, bahkan cenderung membuka peluang untuk menyalahgunakan kekuasaan.(*)

Posting Komentar

0 Komentar

Below Post Ad