Oleh :
Sutan Palala
Kehidupan berdemokrasi di suatu negara salah satunya
ditentukan oleh seberapa besar partisipasi politik dari masyarakatnya.
Partisipasi itu akan tampak ketika masyarakat ikut terlibat secara aktif dalam
kehidupan berpolitik. Contohnya, ketika pemilihan presiden, kepala daerah, atau
saat memilih wakil-wakil mereka yang akan duduk di kursi parlemen, baik di
pusat maupun di daerah.
Dalam proses berdemokrasi tadi, terdapat
kelompok-kelompok di masyarakat yang akan ikut mempengaruhi tinggi-rendahnya
tingkat partisipasi politik. Salah satunya adalah anak-anak muda. Mereka adalah
kelompok masyarakat yang menurut Pasal 1 Undang-Undang nomor 40 tahun 2009
tentang Kepemudaan didefinisikan sebagai warga negara Indonesia dalam rentang
usia 16 hingga 30 tahun.
Sebagai generasi penerus bangsa serta agen perubahan,
pemuda memiliki peran yang penting dalam proses pembangunan dan berpartisipasi
untuk menyelesaikan tantangan persoalan dalam bidang sosial dan lingkungan
khususnya di era digital saat ini.
Tatangan utama generasi muda dalam perkembangan
digital adalah untuk tidak hanyut dan menjadi korban dari sisi negatif kemajuan
teknologi. Selain itu, pemuda berperan penting sebagai subjek pembangunan dan
menjadi agen perubahan untuk lingkungannya, melalui partisipai aktif pemuda
dalam kegiatan sosial-kemasyarakatan.
Dalam perkembangannya, mereka kemudian disebut sebagai
Generasi Z dan Generasi Milenial. Badan Pusat Statistik mendefinisikan Generasi
Z sebagai penduduk Indonesia yang lahir dalam rentang tahun 1997-2012 dan
Generasi Milenial adalah mereka yang lahir antara 1981 hingga 1996.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, dari 270,2
juta jiwa populasi Indonesia saat ini, sebanyak 53,81 persen di antaranya
merupakan gabungan dari kedua generasi di atas tadi. Rinciannya sebanyak 27,94
persen diisi oleh Generasi Z dan 25,87 persen lainnya masuk dalam kategori
Generasi Milenial. Kedua generasi ini
termasuk dalam usia produktif yang dapat menjadi peluang untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi.
Tipikal Generasi Z menuntut kehadiran internet nyaris
di sepanjang kesehariannya. Ketergantungan mereka terhadap internet bahkan
menyentuh angka 93,9 persen atau biasa disebut sebagai mobile
generation. Generasi ini kehidupannya lebih banyak diwarnai dengan
keceriaan (cheerful).Sedangkan Generasi Milenial memiliki ketergantungan
dengan internet sekitar 88,4 persen dan dalam kehidupannya masih berjuang untuk
meniti karier.
Dalam dunia politik, anak-anak muda tadi merupakan
aset berharga dan menjadi incaran partai-partai politik. Ini lantaran Generasi
Z dan Generasi Milenial merupakan kekuatan tersendiri yang harus direbut
suaranya di dalam kontestasi pemilihan, sehingga dalam menyambut pemilu
mendatang, para politisi harus bisa beradaptasi. Karena generasi tersebut
merupakan digital native, sedangkan generasi sebelumnya merupakan digital
immigrant, sehingga kata kucinya ialah adaptasi dan kolaborasi.
Masuknya dunia pada era digital membuat banyak aspek
kehidupan bergeser dari konvensional ke digital, begitu pula dengan aktivitas
politik. Perkembangan zaman menjadi perhatian penting bagi para politisi dalam
melakukan kampanye politik.
Bahwa strategi kampanye politik dilakukan dengan dua
cara yakni tradisional dan digital sesuai dengan latar belakang dan
karakteristik masyarakat. Kampanye tradisional dilakukan dengan melakukan
assessment di setiap wilayah untuk memetakan program dan model kampanye yang
dilakukan. (NAH)
Posting Komentar
0 Komentar