Catatan Untuk Masyarakat Pemilih di Pemilu 2024
Oleh : Sutan Palala
Pada tahun 2024 nanti hajatan demokrasi akan digelar
serentak di seluruh Indonesia. Berdasarkan aturan yang dilahirkan oleh
penyelenggara, untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) di daerah Kabupaten
Padang Pariaman dan Kota Pariaman di yakani incumbent maju, dan bisa dipastikan
elektablitas mereka lebih tinggi daripada bakal calon yang lainnya karena sudah
mempunyai capital social yang kuat dan bisa memegang kendali kebijakan di
daerah tersebut.
Tingginya angka
elektabilitas memang selalu menjadi rujukan penting bagi partai politik dalam
menentukan calon yang akan diusungnya. Namun, Ketika sudah menjabat sebagai
kepala daerah, elektabilitas tidak bisa dijadikan patokan utama dalam mengukur
kesuksesan kepala daerah dalam memimpin daerahnya karena sebagai kepala daerah
sudah ada rambu-rambu dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
Goresan tinta
ini, kepada masyarakat pemilih harus berhati-hati dalam menentukan pilihanya. Jangan
sampai membeli kucing dalam karung. Untuk mengetahui calon incumbent dalam
pelaksanaan pemilihan kepala daerah, masyarakat harus menggunakan metode Josep
Schumpeter.
Josep Schumpeter, seorang pemikir demokrasi pada
era Perang Dunia I memberikan pemaknaan yang menarik soal demokrasi. Ketika
banyak golongan mengatakan demokrasi melahirkan kebebasan, semua orang bisa
berpendapat dan lain sebagainya, maka Schumpeter memberikan pemaknaan demokrasi
adalah untuk mewujudkan kesejahteraan karena kesejahteraan adalah fondasi dasar
kebahagiaan.
Menariknya Schumpeter malah memberikan peran
penting pada elite politik dalam mewujudkan kesejahteraan. Kenapa demikian?
Karena kebijakan harus dibuat dengan cara-cara yang efektif. Dari sinilah
kemudian memunculkan adanya pemilihan. Pemilihan ini untuk memilih seorang
pemimpin yang bisa menjadi wakil rakyat untuk menduduki jabatan publik (elected
official) yang diberikan wewenang untuk membuat kebijakan.
Di sinilah pentingnya masyarakat untuk bisa
memilih orang-orang yang memang betul-betul mengerti apa tugas dan fungsinya
kelak. Orang yang akan dipilih dalam pemilihan kepala daerah tentu harus
mengetahui betul tugas dan fungsinya, mana urusan wajib dan mana urusan
pilihan. Sehingga ketika menjabat, program-program akan diarahkan untuk
melengkapi kebutuhan urusan wajib daripada urusan pilihan.
Kemudian untuk mengetahui kecakapan kepala
daerah sudah bekerja sesuai dengan keinginan undang-undang, bisa dilihat dari
program-program yang selama ini sudah dilakukan (bagi incumbent). Sedangkan
bagi pendatang baru yang mencalonkan diri, masyarakat harus tahu betul visi dan
misinya lebih mengarah ke urusan wajib atau urusan pilihan.
Menurut Muhtar
Said dosen Hukum Administrasi Negara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, dalam
kutipan tulisannya tentang indikator keberhasilan seorang kepala daerah. Membangun jalan, gedung mewah, taman cantik di kota
memang menjadi kebijakan populis yang bisa memberikan pujian instan dari
masyarakat, seolah-olah kepala daerah sudah berhasil dalam melaksanakan
tugasnya.
Padahal ukuran
ideal seorang kepala daerah adalah membuat kebijakan atau pembangunan yang
berbasis pelayanan publik dan berdampak pada peningkatan sumber daya manusia
ataupun pendapatan daerah.
Perlu diketahui dalam Undang-Undang Pemerintahan
Daerah (UU Pemda) telah tertulis dengan jelas bahwa pemerintahan daerah
dibentuk untuk mengurus urusan wajib dan urusan pilihan. Jadi, hakikatnya
pemerintahan daerah harus mengutamakan urusan wajib daripada urusan pilihan.
Urusan wajib itu
soal pendidikan, kesehatan, penataan ruang, perumahan rakyat, dan ketertiban
sosial. Sedangkan pembangunan taman-taman cantik dan monumen-monumen penghias
lainnya adalah urusan pemerintah yang masuk kategori pilihan.
Menyenangkan hati rakyat itu memang penting,
namun menyejahterakan rakyat lebih penting. Caranya, pemerintahan daerah harus
lebih mengutamakan urusan wajib ketimbang pilihan karena membuat taman-taman
cantik atau monumen-monumen yang instagramable hanya akan menyenangkan hati
rakyat secara sesaat. Dan, sudah bisa dilihat anggaran yang digunakan untuk
semua itu tidak sedikit, namun manfaatnya hanya bisa dinikmati sebagian
masyarakat.
Banyak daerah yang beralasan, tidak terpenuhinya
urusan wajib tersebut karena persoalan anggaran. Namun pernyataan tersebut bisa
dibantah dengan menyajikan rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Jika di APBD anggaran untuk urusan wajib lebih sedikit daripada urusan
pilihan, maka perlu dipertanyakan komitmen kepala daerah dalam mengurus
daerahnya.
Sebetulnya pemenuhan urusan wajib bukan hanya
menjadi kewajiban kepala daerah, tetapi juga menjadi kewajiban bagi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) karena UU Pemda mengatakan, Pemerintah Daerah
(Kepala Daerah) dan DPRD adalah penyelenggara pemerintahan daerah. Artinya
program-program yang dilaksanakan oleh daerah harus dibuat secara bersama-sama.
Hal ini adalah
metode Schumpeter; untuk melihat kinerja pemerintah, harus menyisir terlebih
dulu melalui DPRD.
Caranya program-program yang dipresentasikan
kepada DPRD lebih dominan urusan wajib atau urusan pilihan. Kepala daerah
mempunyai kewajiban untuk mempresentasikan programnya kepada DPRD karena dalam
hukum keuangan negara, keluar-masuknya uang daerah harus melalui persetujuan
DPRD, sedangkan program-program pemerintahan tidak akan lepas dari anggaran.
Setelah mengetahui program yang diajukan oleh
kepala daerah, jika ternyata urusan pilihan lebih dominan daripada urusan
wajib, maka meminta tanggapan DPRD yang tidak mampu menegur atau mengarahkan
saat rapat anggaran. Namun jika DPRD-nya ternyata yang lalai tidak memberikan
arahan, maka kepala daerah dan DPRD bisa dinyatakan "gagal".
Begitu pula sebaliknya, ketika program-program
pemerintah yang diajukan kepada DPRD ternyata lebih dominan daripada pilihan
namun DPRD mengkritiknya dan membuat pola program berubah (urusan wajib menjadi
minor), maka kepala daerah tidak bisa disalahkan karena sudah ada iktikad baik
--namun dihalangi oleh DPRD.
Metode analisis tersebut bisa digunakan dalam
melihat model kerja kepala daerah yang akan mencalonkan diri lagi. Dengan cara
melihat dari empat tahun menjabat, apakah program urusan wajib lebih diutamakan
atau malah tidak disinggung. Karena urusan pilihan biasanya sangat menggiurkan,
karena efektif untuk melakukan penyerapan anggaran.
Pembangunan
destinasi wisata yang masuk kategori urusan pilihan adalah salah satu contoh
yang bisa menyedot anggaran banyak dan terlihat adanya pembangunan daripada
memberikan fasilitas tenaga medis atau fasilitas untuk Pendidikan.
Jadi, tolok ukur kesuksesan seorang pemimpin
daerah itu diukur dengan kemampuannya memanajemen urusan wajib, bukan membuat
kota ditumbuhi dengan taman-taman atau pembangunan yang instragamable. Fokus
utama pemerintahan daerah adalah urusan wajib; setelah urusan wajib ini dirasa
sudah terpenuhi barulah beralih kepada urusan pilihan seperti mempercantik
taman, membuat monumen yang indah, dan lain sebagainya.(Nah)
Posting Komentar
0 Komentar