Catatan : SUTAN PALALA
Polelmik batas
sepadan tanah di Dusun Kuku Alang, Korong Sibaruas, Nagari Pilubang, Kecamatan
Sungai Limau, Padang Pariaman tak kunjung usai, sehingga pemilik tanah
membangun tembok batas sepadan dengan batako setinggi 2 meter.
Miris nya
lagi, akses jalan utama warga di Dusun Kuku Alang ini, ikut ditutup oleh
sipemilik lahan. Hanya tersisa yang dilalui warga sekitar 75 cm. Akibat
ditutupnya jalan utama warga, setidaknya 17 rumah terisolasi di daerah itu.
Sipemilik lahan
membangun batas sepadan dengan tembok, guna menghindari keributan atau permasalahan
dengan warga batas sepadan dikemudian hari.
Kini, warga di
daerah itu terbelenggu dengan segudang kebimbangan, entah kemana muara yang pasti
dilaluinya.
Para pemangku
adat atau kaum didaerah ini telah melakukan mediasi dengan sipemilik lahan dan
warga setempat melalui musyawarah-musyawarah yang terbentuk selama ini.
Namun, apa
yang disuarakan oleh kedua belah pihak, tidak menemukan kata sepakat dan kata seiya
sekata.
Sebelumnya,
akses jalan utama warga dengan panjang
lebih kurang 20 meter, lebar 3 meter ini sering dilalui kendaraan roda dua, dan
empat untuk membawa hasil pertanian.
Kini, warga
hanya mampu mengelus dada dengan apa yang didapatkan dari hasil beberapa
musyawarah-musyawarah, tidak ada keberpihakan kepada warga agar jalan yang telah
ditutup itu dapat dibuka kembali.
Akibat ditutupnya
jalan tersebut, warga dengan bergotongroyong membuka akses jalan baru melalui
sawah pertanian di daerah itu.
Sangketa tanah
antar kaum sering ditemukan di Minangkabau karenakan batas sepadan tanah yang
kurang jelas, sehingga kaum yang satu menggarap milik kaum yang lain.
Penyelesaian
sengketa tanah ulayat di Minangkabau adalah “bajanjang naik batango turun”.
Bajanjang naik maksudnya setiap persengketaan diselesiakn melalui proses
lembaga adat pada tingkat yang paling rendah yaitu oleh mamak kaum.
Apabila tidak
memperoleh kesepakatan, maka penyelesaian sengketa diteruskan ke tingkat
kampuang yaitu oleh mamak dalam kampuang.
Begitu
seterusnya hingga ke tingkat yang lebih tinggi yaitu oleh kepala suku dan
penghulu dalam Kerapatan adat Nagari (KAN).
Batanggo Turun
artinya hasil musyawarah atau hasil penyelesaian sengketa oleh ninik mamak atau
orang yang dituakan dalam adat diharapkan akan dipatuhi oleh pihak-pihak yang
berperkara.
Teknik
penyelesaianya sengketa oleh lembaga adat yang ada di Minangkabau mulai dari
lembaga yang lebih rendah yaitu oleh mamak separuik atau mamak kepala waris
sampai ke tingkat yang lebih tinggi yaitu oleh Kerapat Adat Nagari adalah
secara musyawarah dan mufakat serta mengutamakan rasa keadailan.
Penyelesaian
sengketa tanah ulayat melalui lembaga adat jauh lebih efektif dibanding
penyelesaiannya melalui pengadilan negeri.
Hal ini
dikarenakan anggota kaum lebih menghormati orang yang dituakan dalam kaumnya
yaitu mamak pemipmpin kaum atau mamak kepala waris. (*)
Posting Komentar
0 Komentar