Warga terpaksa membuka akses jalan baru dengan cara bergotoroyong, melalui kawasan sawah petani, untuk dapat beraktifitas keluar rumah.
Penutupan akses jalan ini, dilakukan oleh sipemilik tanah. Pasalnya, pemilik tanah takut akan terjadi permaslahan sepadan atau batas tanah dengan warga tersebut, sehingga pemilik tanah menututup akses jalan warga dengan tembok setinggi 2 meter.
Selain akses jalan bagi warga terisolasi untuk berkatifitas diluar rumah, jalan tersebut sering digunakan warga untuk membawa hasil panen pertanian.
Pemangku kaum atau Mamak warga terisolasi Sudirman menyebutkan, penutupan jalan tersebut berawal dari pertengkaran sepadan, lalu pihak si pemilik tanah membangun batas sepadan, dan menutup akses jalan utama warga.
Terkait hal itu, dirinya berupaya untuk mencari solusi dengan melakukan musyawarah atau melakukan mediasi dengan si pemilik tanah.
Hasil musyawarah terbentuk dirumah Uni Kencot menghasilkan kata sepakat antara Mamak sipemilik tanah dengan warga terisolasi dengan dibangunnya batas sepadan atau batas tanah, bukan akses jalan warga.
"Kesepakatan yang dilahirkan itu, tidak sesuai dengan pembangunan batas sepadan, sehingga 17 rumah warga terisolasi dengan dituupnya akses jalan," kata Sudirman, Rabu (11/8)
Ia menyebutkan, pondasi pagar pembatas dijalan utama warga terisolasi itu 50 cm, dan tinggi tembok 2 meter. Sedangkan untuk jalan warga yang bisa dilalui sekitar 75 cm
"Sebelumnya jalan utama warga ini lebih kurang 4 meter, dengan panjang 20 meter. Kini, jalan tersebut yang bisa dilalui warga sekitar 75 cm, motor pun ngak bisa lewat dijalan tersebut. Bahkan anak-anak untuk lewat dijalan itu, harus memanjat pondasi, agar dapat beraktifitas diluar rumah," sebutnya.
Keinginan anak anak untuk beraktifitas keluar rumah, kini pupus sudah, akibat jalan utama ditutup. Saking membandelnya anak-anak keluar rumah, ada yang jatuh di jalan tersebut, dengan cara menggapai tembok pondasi.
Hingga kini, dirinya berupaya untuk duduk semeja guna mencari solusi terbaik dengan melakukan musyawarah.
Dari hasil beberapa pertemuan, dalam bermusyawarah itu tidak ditemukan harapan untuk membuka jalan tersebut seperti semula.
"Keinginan warga untuk dibukanya kembali jalan tersebut, untuk akses jalan utama guna membawa hasil pertanian. Selain itu, sekiranya terjadi kebakaran, kendaraan Damkar dapat memasuki kawasan pemukiman warga," jelasnya.
Dirinya, bermohon kepada Mamak sipemilik tanah yang di rantau, untuk bermusyawarah agar jalan tersebut dibuka. Namun, tidak mendapatkan solusi yang dinginkan warga terisolasi.
“Akibat dibangunnya tembok setinggi 2 meter pada akses jalan utama warga itu, 17 rumah warga tersebut terisolasi," kata dia.
Di pihak lain, Mamak Kaum si Pemilik Tanah H. Ajo Kirinag menyebutkan, pihaknya melakukan pembangunan sepadan dengan tembok, perbatasan tanah atau sepadan warga terisolasi guna mengatasi terjadinya pertengkaran antara sanak dan kemenakan di kawasan terisolasi tersebut.
“Dilakukan pembangunan batas sepadan dengan tembok, agar tidak terjadi pertengkaran antara sanak kemenakan kami yang dikampung. Soalnya, kaum kami telah berbaik hati untuk sanak kemanakan warga terisolasi itu untuk mengunakan tanah kami untuk akses jalan. Namun, kebaikan kami ini di lakukan perlebaran jalan oleh sanak kemanakan warga terisolasi tersebut. Bahkan, sebagian tanah kamipun terpakai oleh sanak kemenakan kami yang terisolasi itu,” kata Ajo Kiriang ketika dihubungi melalui ponselnya.
Ia menyebutkan, untuk sanak kemanakan dari kedua belah pihak agar dapat menahan diri, guna menjaga kerukunan bertetangga.
Artinya, masing-masing pemangku kaum Mamak agar dapat menasehati kemanakan kemanakan kita ini. (suger)
Posting Komentar
0 Komentar